Bloggernyo urang sikaladi By. Boim

Pamali Banjar Sebagai Fenomena Folklor Daerah

Oleh Rissari Yayuk

Berdasarkan pendapat Jan Harold Brunvand (dalam Danandjaja, 2002), folklor adalah suatu budaya kolektif yang tersebar dan diwariskan turun-temurun secara tradisional dalam versi berbeda, baik lisan maupun dalam contoh gerak, isyarat, atau alat pembantu pengingat.

Pendahuluan
Berbicara masalah folklor daerah Banjar, maka kita akan berbicara pula tentang tradisi tutur yang terdapat pada masyarakat Banjar. Apa yang terdapat dalam folklor Banjar juga tidak lepas kaitannya dengan ajaran atau nasihat yang selalu dituturkan secara turun-temurun dengan ragam tujuan serta ragam budaya masyarakat yang mempengaruhinya. Pendapat Fraze (dalam Polak, 1966) memandang bahwa setiap anggota masyarakat dalam dirinya memiliki kepercayaan kepada hal-hal gaib yang disebut magis sebagai sumber kepercayaan asal kepada yang gaib-gaib.

Di sisi lain, manusia memilki kemampuan yang disebut religi yaitu perilaku yang bersifat religius. Berangkat dari pendapat ini memang tidak mengherankan apabila dalam folklor Banjar mengandung pengaruh-pengaruh budaya yang membentuk masyarakat itu sendiri sebagai kumpulan manusia-manusia yang terdiri dari individu, keluarga dan masyarakat. Adapun unsur budaya yang mempengaruhi tersebut adalah unsur religi atau agama, kepercayaan, maupun tata nilai yang bersifat positif. Kronologis lapisan budaya yang berpengaruh dapat diperinci pada keterangan di bawah ini:

• Unsur-unsur asli, yang terdiri atas agama Balian atau agama Balian atau agama Kaharingan serta unsur-unsur religi lainnya.
• Unsur Melayu dan Jawa Budha.
• Unsur Islam dengan segala manifestasinya di bawah raja-raja Banjar.
• Unsur modern/sekarang.

Adapun salah satu folklor dari Kalimantan Selatan ini adalah sastra lisan berbentuk kalimat larangan atau pantangan (pamali). Dalam kalimat pamali ini mengandung nilai-nilai tradisional maupun modern yang sangat tepat untuk dilestarikan keberadaannya meskipun sebagian besar kalimat pamali terasa mengandung ketakhayulan, namun justru di balik “kepamalian” yang ada dalam tuturan lisan masyarakat Banjar memiliki sesuatu yang tersembunyi dari segi tujuan atau manfaat yang disesuaikan dengan pengadabtasian power nalar yang ada.

Kategorisasi Pamali Banjar
James Dananjaya (dalam Dundes, 1961:25-26) menulis: “takhyul adalah ungkapan tradisional
dari satu atau lebih syarat dan satu atau lebih akibat, beberapa syarat–syarat itu bersifat tanda sedangkan yang lain bersifat sebab”. Pamali yang dianggap takhyul ini sangat luas penyebarannya di kalangan masyarakat. Pamali merupakan takhyul dalam salah satu golongan besar yang berhubungan dengan masalah hidup manusia sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Wayland D. Hand dalam bukunya The Frank C. Brown Collection of North Carolina Folklore.

Berdasarkan pendapat Hand ini pula pengelompokkan Pamali dalam masyarakat Banjar dibagi 12 kategori, yaitu:

• Berhubungan dengan kehamilan. Contoh kalimat pamali ini adalah: Urang batianan pamali bajalan malam, diganggu urang halus (Orang hamil jangan keluar malam, diganggu makhluk halus). Urang batianan pamali barabah di galuling, anaknya bisa tahalang (Orang hamil jangan berbaring di guling, anaknya tidak bisa keluar karena posisinya melintang). Urang batianan pamali makan sambil badiri, pas tabahera (Orang hamil jangan makan sambil berdiri, saat melahirkan bisa buang air besar).

• Berhubungan dengan kelahiran. Contohnya adalah: Pamali duduk di tangga, bisa ngalih baranak (Jangan duduk di tangga, nanti sulit melahirkan). Pamali maandak wancuh di dalam panci nang batutup, bisa ngalih baranak (Jangan meletakkan sendok nasi di dalam panci tertutup, nanti sulit melahirkan). Pamali mangantup lawang, lamari atawa lalungkang, parahatan ada nang handak baranak, bisa ngalih baranak (Jangan menutup pintu, lemari atau jendela saat ada yang mau melahirkan, nanti sulit melahirkan).

• Berhubungan dengan masa anak-anak. Contohnya: Kakanakan imbah basunat pamali kaluar rumah, kaina lambat waras (Anak-anak yang baru dikhitan jangan keluar rumah, nanti tidak cepat sembuh). Kakanakan pamali bapenanan di barumahan, bisa babisul kapala (Anak-anak jangan bermain di kolong rumah, nanti bisa tumbuh bisul di kepalanya). Kakanakan nang balum bisa bajalan pamali mancaraminakan kakanakan nang balum bisa bajalan, kaina kakanaknya pangguguran (Anak kecil yang belum bisa berjalan jangan mencerminkan anak kecil yang belum bisa berjalan, nanti anak tersebut akan sering terjatuh).

• Berhubungan dengan pekerjaan rumah. Contohnya: Imbah makan pamali langsung barabah, bisa pangoler (Setelah makan jangan langsung berbaring, pemalas). Pamali mamirik sambal bagagantian, kaina sambalnya bisa kada nyaman (Jangan mengulek sambal berganti-ganti, nanti rasa sambalnya tidak enak). Pamali mancatuk burit urang, bamasak bisa kada nyaman (Jangan memukul pantat orang, memasak bisa tidak enak)

• Mata pencaharian atau rezeki. Contohnya: Pamali bagandang di meja atawa di tawing, bisa magiaw hutang (Jangan menabuh meja atau dinding, bisa memanggil hutang). Pamali bahamburan nasi waktu makan, rajaki bisa tahambur-hambur ka lain (Jangan menghamburkan nasi saat makan, rezekinya bisa berhamburan ke tempat lain). Pamali bahera waktu sanja, hilang rajakinya (jangan buang air besar saat senja hari, hilang rezekinya),

• Berhubungan sosial. Contohnya: Pamali mahirup gangan di wancuh, calungap sandukan (Jangan menyeruput kuah sayur di sendok nasi, suka menyela pembicaraan orang).

• Berhubungan dengan cinta kasih. Contohnya: Babinian bujang bujang pamali maandak wancuh di dalam panci nang batukup, bisa lambat balaki (Bujangan jangan meletakkan sendok nasi di dalam panci yang bertutup, sebab akan lama mendapatkan jodoh).

• Berhubungan dengan kematian. Contohnya: Pamali bacaramin sambil barabah, bisa mati ditembak pater (Pantang bercermin sambil berbaring, bisa ditembak petir). Pamali bagambar batiga, bisa tapisah, nang di tangah badahulu mati (pantang berfoto bertiga, bisa terpisah, yang di tengah duluan mati).

• Berhubungan dengan pemeliharaan tubuh. Contohnya: Kakanak nangkuitannya tulak haji pamali mangibah kalambu, kaina kuitannya kaributan di tangah laut (Anak-anak yang orang tuanya pergi haji pantang mengibaskan kelambu, nanti orang tuanya kena badai topan di laut).

• Berhubungan dengan kehidupan rumah tangga. Contohnya: Pamali diumpati urang bacaramin, kaina laki/bini bisa dirabuti urang (Pantang diikuti orang bercermin, nanti suami/istri bisa direbut orang).

• Berhubungan dengan alam gaib. Contohnya: Pamali badadakuan malam, bisa dimainakan hantu (Pantang bermain daku di malam hari, bisa dimainkan hantu). Pamali bajalan bajejer, bisa taranjah hantu (Pantang berjalan berjejer, bisa ditabrak hantu).

• Berhubungan dengan agama atau religi. Contohnya: Pamali badadakuan malam, bisa dimainakan hantu (Pantang bermain daku di malam hari, bisa dimainkan hantu).

Demikianlah, ke-12 kategori ini memang tidak bisa dipisahkan dari kepercayaan dan budaya masyarakat Banjar yang menjadi latar belakang munculnya kalimat pamali itu sendri. Oleh karena itu tak mengherankan fungsi pamali ini selain sebagai sarana pendidikan anak-anak dan remaja agar memiliki adab dan adat yang sesuai dengan tuntutan lingkungan sekitar yaitu Banjar atau bisa pula sekadar hiburan semata dalam artian kalimat pamali tersebut digunakan untuk hiburan karena alasan tertentu yang ada dalam kalimat yang dilantunkan oleh para tetua “Banjar” juga sekaligus sebagai penebal emosi keagamaan atau kepercayaan. Hal ini disebabkan manusia yakin akan adanya kekuatan supranatural yang berada di luar alam mereka. Selain itu, masyarakat Banjar memang pada umumnya sangat kental akan pengaruh agama Islam dan kepercayaan lainnya.

Penutup
Pamali sebagai salah satu folklor lisan daerah Banjar ini memang pantas untuk dilestarikan sebagai aset daerah karena mengandung fungsi tertentu sekaligus refleksi atau mencerminkan salah satu sisi budaya yang dimiliki masyarakat Banjar. Sebagaimana fungsi folklor ini sendiri secara umum telah dikemukan oleh Bascom dalam Danandjaja (2002:32), folklor lisan pada umumnya memiliki fungsi sebagai sistem proyeksi, alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga kebudayaan, alat pendidikan anak dan masyarakat, alat pemaksa dan pengawas norma masyarakat agar selalu dipatuhi. Dengan demikian lewat pendokomentasian pamali Banjar sebagai salah satu fenomena folklor Banjar yang untuk sekaran sangat minimalis penggaliaannya ini maka diharapkan akan mampu membendung interpolasi masyarakat Banjar terhadap budaya dan lingkungannya dari generasi ke generasi.
__________
Rissari Yayuk, Staf Balai Bahasa Banjarmasin di Banjarbaru, Kalimantan Selatan

Referensi
Arifin, E. Zainal. 1990. Penulisan Karangan Ilmiah dengan Bahasa yang Benar. Jakarta: Mediatana Sarana Perkasa

Danandjaja, James. 1984. Folklor Indonesia. Jakarta: Grafiti.

Daud, Alfani.1997. Islam dan Masyarakat Banjar: Deskripsi dan Analisis Kebudayaan Banjar, Banjarmasin: PT Raja Grafindo Persada.

Hapip, Abdul Jebar. 1996. Kamus Bahasa Banjar-Indonesia. Banjarmasin: PT Grafika Wangi Kalimantan.

Ideham, M. Suriansyah.2005. Urang Banjar dan Kebudayaannya. Banjarmasin: Balidbangda Kalsel.

Kawi, dkk. 1991. Bahasa Banjar Dialek dan Subdialek. Banjarmasin: PT Grafika Wangi Kalimantan

Kawi, dkk. 2002. Penelitian dan Kekerabatan dan Pemetaan Bahasa-Bahasa di Daerah Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan. Jakarta: Pusat Bahasa.

Mugeni dkk. 2004. Ungkapan Bahasa Banjar. Banjarmasin : Balai Bahasa Banjarmasin.

Syarifuddin dkk. 1996. Wujud, Arti dan Fungsi-fungsi Puncak-Puncak Kebudayaan Lama dan Asli Bagi Pendukung Daerah Kalimantan Selatan. Banjarmasin: CV Prisma Muda Banjarmasin