Terletak di kampung cimareme, desa cimareme, kec. Banyuresmi. Punden berundak pasir lulumpangan termasuk penemuan yang masih baru. Punden ini baru mendapat perhatian setelah adanya laporan dari kepala seksi kebudayaan kandepdikbid kabupaten garut pada tahun 1994, dan pada tahun ini pula tim dari balai arkeologi bandung melakukan peninjauan ke lokasi. Pada tahun 1995 tim balai arkeologi bandung melakukan penelitian intensif. Berdassarkan hasil penelitian yang dilakukan tim tersebut menyebutkan bahwa pasir lulumpanag merupaka situs yang beebentuk punden dari masa megalitik (pra-sejarah). Selain bangunan punden berundak yang berjumlah dua terletak dalam satu kesatuan wilayah, selain itu juga ditemukan tiga buah batu lumpang.
Bangunanan punden berundak pasir lulumpangan memiliki teras 13 buah. Orientasi punden berundak ini kearah timur barat dengan undak teras seluruhnya berada di sebelah barat. Kemungkingan budaya tradisi megalitik pra-sejarah ini berlanjut hingga masa sejarah sampai menjelang islamisasi dan tidak mentupi terjadi dalam komunitas petani di daeah pedalaman.
Bangunan punden berundak sebagai budaya megalitik adalah suatu bangunan yang memanfaatkan sebuah bukit yang dibuat teras-teras dengan susunan batu-batu yang membantu trap-trap. Makna simbolis yang digunakan pada masa itu adalah dimana sebuah bukit merupakan replika dari sebuah tempat yang agung/tinggi dan merupakan sebuah tempat yang dekat dengan temapat arwah nenek moyang. Budaya ini terus berlanjut dan seiring denganperkembangan kepercayaan yang dianut, baik pada masa hindu, budaha< islambahkan sampai sekarang konsep tersebut oleh sebagian masyarakat masih dipercaya. Tradisi megalit ini masih dijumapi dibbrapa suku yang masih mempunyai corak kehidupan tradisional, seperti suku di nias, suku dani di irian jaya dan suku baduy di jawa barat. Dengan demikian budaya megalit tidak stagnasi tetapi terus berlanjut walaupun bukan dalam bentuk yang sama persis dengan budaya megalit pada masa lalu. Bangunan pundek berundan pasir lulumpangan sebagai suatu objek cultural heritage peninggalan periode pra-sejarah perlu dipelihara dan dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting dari aspek kesejarahan, kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Keberadaan punden berundak situs pasir lulumpangan tidak terawat karena belum ada pemugaran dan juru pelihara yang memeliharanya.
Sumber : http://pariwisata.garutkab.go.id
Bangunanan punden berundak pasir lulumpangan memiliki teras 13 buah. Orientasi punden berundak ini kearah timur barat dengan undak teras seluruhnya berada di sebelah barat. Kemungkingan budaya tradisi megalitik pra-sejarah ini berlanjut hingga masa sejarah sampai menjelang islamisasi dan tidak mentupi terjadi dalam komunitas petani di daeah pedalaman.
Bangunan punden berundak sebagai budaya megalitik adalah suatu bangunan yang memanfaatkan sebuah bukit yang dibuat teras-teras dengan susunan batu-batu yang membantu trap-trap. Makna simbolis yang digunakan pada masa itu adalah dimana sebuah bukit merupakan replika dari sebuah tempat yang agung/tinggi dan merupakan sebuah tempat yang dekat dengan temapat arwah nenek moyang. Budaya ini terus berlanjut dan seiring denganperkembangan kepercayaan yang dianut, baik pada masa hindu, budaha< islambahkan sampai sekarang konsep tersebut oleh sebagian masyarakat masih dipercaya. Tradisi megalit ini masih dijumapi dibbrapa suku yang masih mempunyai corak kehidupan tradisional, seperti suku di nias, suku dani di irian jaya dan suku baduy di jawa barat. Dengan demikian budaya megalit tidak stagnasi tetapi terus berlanjut walaupun bukan dalam bentuk yang sama persis dengan budaya megalit pada masa lalu. Bangunan pundek berundan pasir lulumpangan sebagai suatu objek cultural heritage peninggalan periode pra-sejarah perlu dipelihara dan dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting dari aspek kesejarahan, kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Keberadaan punden berundak situs pasir lulumpangan tidak terawat karena belum ada pemugaran dan juru pelihara yang memeliharanya.
Sumber : http://pariwisata.garutkab.go.id