Bloggernyo urang sikaladi By. Boim

Obyek Wisata Kota Kabupaten Banyumas

Seputar Alun-alun Kota Lama Banumas
Terletak 18 km ke arah selatan Alun-alun dari Purwokerto. Alun-alun merupakan salah satu penanda pusat pemerintahan di Jawa, selain Pendopo Kabupaten dan Masjid Agung. Di sebelah barat Alun-alun terdapat Masjid Nur Sulaiman, di utara adalah Pendopo Duplikat Si Panji, dan sebelah timur adalah Lembaga Pemasyarakat Banyumas. Biasanya di pinggir dan tengah kompleks Alun-alun ditanami pohon beringin yang melambangkan pengayoman kepada rakyat.
Berikut gambar-gambar seputar Alun-alun Kota Lama Banyumas yang dapat diunduh:

Kompleks Duplikat Si Panji
Sebelum tahun 1937, di kompleks inilah Pemerintahan Kabupaten Banyumas dipusatkan. Kemudian dengan digabungkannya Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Purwokerto pada 1936, maka atas prakarsa Bupati Banyumas ke 19 yaitu R.A.A. Sujiman Gandasubrata (1933 - 1950), Pendopo Si Panji (yang dahulunya berada di Kota Lama Banyumas) pada bulan Januari 1937 dipindahkan ke ibukota Kabupaten Banyumas di Purwokerto, dan diresmikan pada 7 Januari 1937. Maka kota lama Banyumas hanya menjadi ibukota Kawedanan Banyumas, dan sekarang menjadi ibukota Kecamatan Banyumas. Untuk mengingatkan bahwa dulunya merupakan ibukota Kabupaten Banyumas dan lokasi beradanya Pendopo Si Panji, maka dibangunlah Pendopo Duplikat Si Panji.

Museum Wayang Banyumas
Terletak di bagian depan kompleks Pendopo Duplikat Si Panji. Museum ini pada mulanya adalah tempat paseban (untuk menghadap) Bupati Banyumas. Dibangun menjadi musem wayang Banyumas pada tahun 1982 dan diresmikan pada 31 Desember 1982 oleh Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia (Senawangi). Buka pada jam kerja mulai jam 08.00. Jika menginginkan kunjungan di luar jam kerja silakan menghubungi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Banyumas, atau Drs. R. Pudjianto, B.A. selaku Pamong Budaya Kec. Banyumas/koordinator: 081548277904, atau langsung ke pemandu museum Mbak Wati: 08164287261. Koleksi yang ada meliputi: wayang kulit gagrak/gaya Jogjakarta, Banyumas (kuno, peralihan, sekarang), wayang krucil, wayang golek purwa, wayang golek menak, wayang kidang kencana, wayang kancil, wayang dupara, wayang beber, wayang suket, wayang suluh, wayang Bali (akan), wayang Jawa Timuran (akan), benda arkeologi, tosan aji/pusaka-pusaka, lukisan Bupati-bupati Banyumas, gamelan slendro kuno, calung Banyumas, foto Banyumas tempo dulu.

Masjid Nur Sulaiman
Masjid ini terletak di sebelah barat Alun-alun kota lama Banyumas. Masjid Nur Sulaiman berdiri pada tahun 1725, semasa Bupati Banyumas ke VII Adipati Yudonegoro II (1708-1743), bersamaan dengan dipindahkannya ibukota Kabupaten Banyumas dari Karangkamal (sekarang Kalisube) ke timur, yaitu Grumbul Gegenduren, sekaligus dibangunnya Pendopo Kabupaten Banyumas yang terkenal dengan nama Pendopo Si Panji.

Masjid Nur Sulaiman didirikan oleh Kyai Nur Sulaiman dari Gumelem dengan diarsiteki oleh Kyai Nur Daiman dari Gumelem juga. Beberapa peninggalan yang masih asli misalnya bedug, mimbar, sumur, sakaguru, dan sebagian tembok.

Komples Makam Bupati Banyumas Di Dawuhan
Terletak 5 km ke arah barat Alun-alun Kecamatan Banyumas, dan masuk wilayah Desa Dawuhan. Kompleks makam Bupati-Bupati Banyumas ini merupakan lokasi rutin kegiatan ziarah dalam rangka Hari Jadi Kabupaten Banyumas setiap tahunnya. Kegiatan ziarah ini menandakan salah satu wujud penghargaan kita kepada para leluhur Banyumas dengan cara mendoakan dan melakukan ziarah ke makam leluhur, sehingga juga diharapkan mampu mengenang jasa leluhur dan meneladani sikap dan watak satria para leluhur, misalnya watak satria R. Joko Kaiman yang berkenan membagi empat Kabupaten Wirasaba, yang sebenarnya sudah dikuasakan kepada beliau, kepada saudara-saudara iparnya. Dengan demikian, Kabupaten/Kadipaten Banyumas berdiri atas dasar watak satria, watak Banyumas.

Makam Kyai Mranggi Semu di Kejawar
Terletak 5 km ke arah selatan Alun-alun Kecamatan Banyumas. Desa Kejawar merupakan salah satu desa tertua di Kabupaten Banyumas. Di desa inilah, R. Joko Kahiman dibesarkan oleh paman dan bibinya (Rara Ngaisah), Kyai dan Nyai Mranggi Semu. Hal ini karena ayahanda R. Joko Kahiman (R. Banyaksosro) meninggal pada usia muda, sedangkan R. Joko Kahiman masih kecil. Kyai Mranggi Semu merupakan pembuat warangka keris. Terkait masa kecil dan dididiknya R. Joko Kahiman di Kejawar ini, maka tidak berlebihan kalau dikatakan Kyai dan Nyai Mranggi Semu sangat besar jasanya dalam menggembleng seorang satria Banyumas yang nantinya akan dikenal karena kebesaran hatinya membagi empat Kadipaten Wirasaba sehingga disebut Adipati Mrapat, Adipati Warga Utama II, Adipati Banyumas I.

Maksud diadakannya artikel tentang Kyai dan Nyai Mranggi Semu Kejawar ini, tidak lain semoga bisa sebagai salah satu cara menggugah rasa hormat dan penghargaan kepada para leluhur Banyumas, tidak hanya pemerintah serta pemerhati sejarah dan budaya, namun masyarakat Banyumas umumnya. Hormat dan menghargai leluhur bisa dengan banyak cara, silakan disesuaikan dengan kondisi masing-masing, penuh kesungguhan dan rasa saling menghargai serta kerjasama dengan semua elemen masyarakat Banyumas.

Makam Nyai Mranggi di Binangun
Terletak 10 km ke arah barat Alun-alun Kecamatan Banyumas, atau 5 km ke arah barat Kompleks Makam Bupati Banyumas di Dawuhan. Makam Nyai Mranggi (Rara Ngaisah) ini terletak di Grumbul Wanasepi, Binangun, di atas bukit, di tengah rerindangan pohon (dahulu di tengah hutan, sehingga ada yang mengatakan Karangtengah, karena berada di atas bukit yang dikelilingi hutan). Rara Ngaisah, atau lebih dikenal sebagai Nyai Mranggi, adalah adik kandung R. Banyaksosro (ayahanda R. Joko Kahiman). Menurut cerita, setelah Kyai Mranggi Semu di Kejawar meninggal dunia, maka Nyai Mranggi mengembara di berbagai daerah sekitar Kecamatan Banyumas (kini), sampai tiba di Grumbul Wanasepi, Desa Binangun, di mana beliau meninggal dunia dan dimakamkan. Ada yang mengatakan bahwa Nyai Mranggi ini moksa (menghilang badan bersama jiwanya), sehingga di atas bukit tersebut adalah petilasan di mana Nyai Mranggi moksa.

Maksud diadakannya artikel tentang Kyai dan Nyai Mranggi Semu Kejawar ini, tidak lain semoga bisa sebagai salah satu cara menggugah rasa hormat dan penghargaan kepada para leluhur Banyumas, tidak hanya pemerintah serta pemerhati sejarah dan budaya, namun masyarakat Banyumas umumnya. Hormat dan menghargai leluhur bisa dengan banyak cara, silakan disesuaikan dengan kondisi masing-masing, penuh kesungguhan dan rasa saling menghargai serta kerjasama dengan semua elemen masyarakat Banyumas.

Masjid Nur Sulaiman
Masjid Nur Sulaiman Banyumas dibangun tahun 1755 pada masa pemerintahan Adipati Banyumas Yoedanegara II dan diarsiteki oleh Bapak Nur Daiman Demang Gumelem I sekaligus sebagai Penghulu Masjid yang pertama. Sebagaimana konsep tata letak bangunan pada masa pemerintahan kerajaan di Jawa, posisi masjid selalu berada di sebelah barat alun-alun sebagai simbol kebaikan, berseberangan dengan letak penjara sebagai symbol kejahatan di sebelah timur alun-alun .

Secara administrasi Masjid ini berada dalam wilayah Desa Sudagaran, Kecamatan Banyumas kurang lebih 25 km dari kota Purwokerto.Karena tidak adanya sumber tertulis yang pasti, menurut penuturan juru Pelihara Benda Cagar Budaya Masjid Nur Sulaiman bapak Djoni M. Faried, nama Nur Sulaiman berasal dari nama Nur Daiman.

Masjid Nur Sulaiman di bangun di atas tanah seluas 4.950 m2,
Ruang utama: 22 x 15.5 m , Tinggi bangunan : 14.5 m, Ruang serambi:11 x 22 m , Ruang mihrab: 4 x 2.2 m, tinggi 5.9 m. Mimbar: 2.2 x 1.2m duwure 1.67 m. Maksura: 2.3 x 2.3 m
Masjid Nur Sulaiman memiliki ciri khusus dan keunikan antara lain ;
Denah bujur sangkar
Ada serambi
Batur tinggi
Pintu utama di sebelah timur
Mimbar berbentuk tandu
Terdapat Maksura ( tempat Shalat khusus penguasa)
Mihrab (ruang imam) ialah tajug susun 2 dilengkapi mahkota berbentuk mirip gada.
4 pilar utama (saka guru)
12 pilar pendukung (saka pengarak)

Taman Kota Banyumas
Pembangunan kota sering lebih banyak dicerminkan oleh adanya perkembangan fisik kota yang lebih banyak ditentukan oleh sarana dan prasarana yang ada. Gejala pembangunan kota pada masa yang lalu mempunyai kecenderungan untuk meminimalkan ruang terbuka hijau dan juga menghilangkan wajah alam. Lahan-lahan bertumbuhan banyak dialih-fungsikan menjadi pertokoan, pemukiman, tempat rekreasi, industri dan lain-lain.

Sumber : http://www.banyumaskab.go.id