Oleh: Dahliana Hasan, S.H.
I. Pendahuluan
Dengan lahimya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Peme¬rintah Pusat dan Daerah terjadi perubahan kebijakan di tingkat nasional di mana sistem pemeiintahan negara yang semula sentralistik mulai bergeser ke arah desentralisasi. Ini ber¬arti pemerintah pusat memberikan kewenang¬an dan keleluasaan yang cukup besar kepada pemerintah daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang nyata, lugas dan bertanggung jawab.
Fenomena tersebut sedikit banyak mempunyai dampak yang cukup besar terhadap somber-somber penerimaan daerah, khususnya yang berkaitan dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Disadari atau tidak akibat langsung yang akan timbul dari pemberian otonomi daerah ini adalah path adanya daerah basah dan daerah keying. Hal ini disebabkan potensi dan kondisi masing-masing daerah di Indonesia tidak sama. Daerah yang kaya akan somber daya alam otomatis menjadi daerah basah seiring dengan bertambahnya perolehan PAD-nya dari sektor migas misalnya, sedangkan daerah yang minus somber daya alam otomatis menjadi daerah keying. Namur demikian tidak berarti daerah yang miskin dengan somber daya alam tidak dapat meningkatkan PAD-nya, karena jika dicetmati ada beberapa potensi daerah yang dapat digaii dan dikembangkan dari sektor lain seperti sektor pariwisata.
Dalam lingkup nasional, sektor pariwi¬sata dianggap sebagai sektor yang potensial di masa yang akan datang. Menurut analisis World Travel and Tourism Council (WTTC), industri pariwisata menyumbang 9,1% dui Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada saat ini dan diperkirakan pada tahun 2007 akan meningkat menjadi 10,1%. [1]
Berdasarkan analisis tersebut wajar jika industri pariwisata di Indonesia dinilai sebagai sektor andalan penyumbang devisa negara terbesar dalam bidang nonmigas. Terlebih ketika pemerintah Indonesia men¬canangkan program otonomi daerah, maka industri pariwisata merupakan salah sate alternatif yang dapat dimanfaatkan sebagai somber penerimaan daerah.
Adalah suatu langkah jitu jika industri pariwisata dipergunakan oleh daerah-daerah di Indonesia yang miskin akan somber daya alam sebagai suatu sarana untuk meningkat¬kan PAD. Namur sebagai konsekuensinya, daerah-daerah tersebut hares melakukan pengembangan- pengembangan terhadap po¬tensi-potensi pariwisata masing-masing daerah dengan mencari dan menciptakan peluang-peluang barn terhadap produk¬produk pariwisata yang diunggulkan.
Yang perlu mendapat perhatian bahwa pengembangan industri pariwisata daerah terkait dengan berbagai faktor yang mau tidak mau berpengaruh dalam perkembang¬annya. Oleh karena itu perlu diketahui dan dipahami apa Baja for-for yang secua faktual memegang peranan penting dalam pengembangan industri pariwisata daerah khususnya dalam rangka penerapan otonomi daerah, sehingga pads akhirnya pengem¬bangan industri pariwisata daerah diharapkan mampu memberikan kontribusi yang cukup besar bagi peningkatan PAD dan mendorong program pembangunan daerah.
II. Pengertian Pariwisata Sebagai Industri
Membicarakan indusri pariwisata tentu¬nya juga tidak terlepas dari membicarakan batasan pengertian pariwisata itu sendiri. Pengertian istilah "Pariwisata" perlu di¬kemukakan karena istilah tersebut tidak selalu memberikan anti maupun ruang lingkup yang sama. [2]
Menurut definisi yang bersifat umum, pariwisata adalah keseluruhan kegiatan pemerintah, dunia usaha dan masyarakat untuk mengatur, mengurus, dan melayani kebutuhan wisatawan. [3] Pariwisata berarti perpindahan orang untuk sementara (dan) dalam jangka waktu pendek ke tujuan-tujuan di luar tempat di mana mereka biasanya hidup dan bekerja, dan kegiatan mereka selama tmggal di tempat tujuan-tujuan itu. [4]
Menurut ketentuan perundangan di Indo¬nesia yang dimaksud dengan pariwisata ada¬lah ‘segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan-pengusahaan obyek dan Jaya tarik wisata Berta usaha¬usaha yang terkait di bidang tersebut. [5]
Pariwisata sebagai industri atau lebih dikenal dengan istilah "Industri Pariwisata" belum dijumpai batasan pengertiannya dalam peraturan perundangan di Indonesia. Namur demikian pars ahli kepariwisataan telah merumuskan pengertian tentang industri pariwisata.
Industri pariwisata adalah keseluruhan rangkaian dan usaha menjual barang dan jasa yang diperlukan wisatawan, selama is melakukan perjalanan wisata sampai kembali ketempat asalnya. [6] Industri pariwisata dalam pengertian yang lain ialah industri yang berupa seluruh kegiatan pariwisata yang utuh. [7]
Dan batasan pengertian tersebut di atas dapat dirumuskan bahwa pariwisata sebagai industri di sini dapat dipahami dengan memberikan gambaran mengenai komponen¬komponen kepariwisataan dalam industri tersebut yang saling terkait satu dengan yang lain. Jadi komponen-komponen kepariwisata¬an tersebut tidak dapat berdiri sendiri, namun merupakan rangkaian jasa yang kait mengait yang dihasilkan industri-industri Lain, misal¬nya: industri kerajinan, perhotelan, angkutan dan lain sebagainya. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa industri pariwisata mem¬punyai ciri-ciri khusus. Adapun ciri-ciri khusus mengenai industri pariwisata yaitu sebagai berikut: [8]
1. Produk pariwisata tidak dapat disimpan atau dipindahkan;
2. Permintaan akan produk pariwisata sangat tergantung pads musim (highly seasonal);
3. Permintaan dipengaruhi oleh faktor luar dan pengaruh yang tidak dapat atau sulit diramalkan (unpredictable influences). Misalnya, perubahan dalam nilai kurs valuta, ketidaktentraman politik, dan perubahan cuaca dapat mempengaruhi permintaan;
4. Permintaan tergantung pada banyak motivasi yang rumit. Ada lebih dan sate . alasan mengapa pm wisatawan manca negara melakukan perjalanan ke luar negeri;
5. Pariwisata sangat elastis akan harga dan pendapatan. Permintaan sangat dipenga¬ruhi oleh perubahan yang relatif kecil dalam harga dan pendapatan. Kalau harga atau pendapatan naik atau turun perubahan tersebut sangat mempenga¬ruhi konsumsi jasa jasa pariwisata.
III. Pendapatan Asli Daerah Dari Industri Pariwisata Dalam Menunjang Otono¬mi Daerah
Bagi Indonesia, industri pariwisata merupakan suatu komoditi prospektif yang di pandang mempunyai peranan penting dalam pembangunan nasional, sehingga tidak mengherankan apabila Indonesia menaruh perhatian khusus kepada industni pariwisata. Hal ini lebih diperkuat dengan adanya kenyataan bahwa Indonesia memiliki potensi slam dan kebudayaan yang cukup besar yang dapat dijadikan modal bagi pengembangan industni pariwisatanya. [9] Salah sate tujuan pengembangan kepariwisataan di Indonesia adalah untuk meningkatkan pendapatan devisa path khususnya dan pendapatan negara dan masyarakat pada umumnya, perluasan kesempatan serta lapangan kerja dan mendorong kegiatan-kegiatan industni¬industni penunjann dan industni-industni sampingan lainnya.
Di Indonesia pengembangan industni pariwisata masuk dalam skala prioritas khususnya bagi chetah-daerah yang miskin akan somber daya alam. Sesuai dengan pernyataan. International Union of Official Travel Organization (IUOTO) dalam konfe¬rensi di Roma tahun 1963 bahwa pariwisata adalah penting bukan saja sebagai somber devisa, tempi juga sebagai faktor yang menentukan lokasi industni dan dalam perkembangan daerah-daerah yang miskin dalam somber-somber alam. [10] Ini menunjuk¬kan bahwa pariwisata sebagai industni jasa mempunyai andil besar dalam mendistribusi¬kan pembangunan ke daerah-daerah yang belum berkembang.
Dalam orde reformasi ini, lahirnya UU No. 22 Tahun 1999 dan UUNo. 25 Tahun 1999 merupakan momentum awal yang sangat tepat bagi daerah untuk lebih mandiri dalam menggali dan mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya. Kemandiri¬an daerah ini terwujud dalam pemberian kewenangan yang cukup besar meliputi ke¬wenangan dalam seluruh bidang pemerintah¬an, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan dalam bidang. [11]
Penyerahan kewenangan tersebut disertai juga dengan penyerahan dan pengalihan pembiayaan, satana dan prasarana serta sum¬ber Jaya manusia sesuai dengan kewenangan yang diserahkan tersebut. Merupakan konse¬kuensi logis bagi daerah dengan adanya penerapan otonomi daerah maka segala se¬suatu yang bersifat operasional dilimpahkan kepada daerah. [12]
Sehubungan dengan penerapan otonomi daerah maka segala sesuatu yang menyangkut pengembangan industni pariwisata meliputi pembiayaan, perizinan, perencanaan, pelak¬sanaan dan evaluasi menjadi wewenang daerah untuk menyelenggarakannya. Dengan demikian masing-masing daerah dituntut untuk lebih mandiri dalam mengembangkan obyek dan potensi wisatanya, termasuk pembiayaan promosinya. [13]
Somber-somber penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi berasal dan pendapatan asli daerah, dana perimbangan, *man daerah dan lain-lain penerimaan yang sah. [14] Somber pendapatan asli daerah merupakan somber keuangan daerah yang digali dan dalam wilayah daerah yang bersangkutan terdiri dari hasil pajak daerah, basil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. [15]
Dilihat dui sisi PAD maka ada beberapa chetah di Indonesia yang miskin akan somber Jaya alam sehingga tidak dapat mengandal¬kan PAD-nya dari hasil somber daya alam. Oleh karenanya pengembangan industri pariwisata suatu daerah menjadi alasan utama sebagai salah sate upaya meningkatkan PAD melalui pemanfaatan potensi-potensi daerah setempat.
Pada tahun 1997, industri pariwisata Indonesia diperkirakan menghasilkan pajak tidak langsung sejumlah 8,7% dari keseluruh¬an nilai pajak tidak langsung dan diperkira¬kan pada tahun 2007 akan meningkat sebesar 9,6% dan total keseluruhan. [16] Data tersebut menunjukkan bahwa industri pariwisata Indonesia memberikan kontribusi yang cukup besar di bidang perpajakan.
Sektor pajak mempunyai peranan pen¬ting dal= budget neg= [17] Pajak merupakan somber penerimaan negara yang diperguna¬kan untuk membiayai pengeluaran-pengeluar¬an mtin negara, juga dipergunakan untuk membiayai pembangunan nasional. Oleh karenanya, kontribusi pajak bagi pembangun¬an diharapkan tidak saja mendorong pembangunan sate wilayah saja, akan tempi juga dapat mendorong pembangunan secara merata sampai di daerah-daerah terpencil di Indonesia.
Dalam ruang lingkup chetah, kontribusi industri pariwisata di bidang perpajakan diharapkan semakin meningkat dengan jalan melakukan pengembangan dan pendayaguna¬an potensi-potensi pariwisata daerah. Hanya saja pungutan pajak tersebut hares dilakukan secara bijaksana, artinya pungutan pajak hares tetap berpegang pads prinsip keadilan, kepastian hokum dan kesederhanaan. Dalam menuju kemandirian daerah, potensi industri pariwisata daerah yang dikelola dan dikem¬bangkan dengan baik akan meningkatkan penerimaan di bidang perpajakan. Dalam hal ini kontribusi pajak dan industri pariwisata daerah selain sebagai somber PAD, juga dimaksudkan untuk membiayai pembangunan chetah. [18]
Pada dasarnya pengembangan industri pariwisata suatu daerah berkaitan erat dengan pembangunan perekonomian daerah tersebut. Dampak positif yang secara langsung dapat dirasakan oleh masyarakat daerah setempat adalah pads adanya perluasan lapangan kerja secara regional. Ini merupakan akibat dari industri pariwisata yang berkembang dengan baik. Misalnya dengan dibangunnya sarana prasarana di daerah tersebut maka tenaga kerja akan banyak tersedot dalam proyek¬proyek seperti pembangkit tenaga listrik, jembatan, perhotelan dan lain sebagainya. [19]
Untuk mengembangkan industri pariwi¬sata suatu daerah diperlukan strategi-strategi tertentu maupun kebijakan-kebijakan bare di bidang kepariwisataan. Sebuah gagasan me¬narik dari Sri Sultan HB X yang menyodor¬kan konsep kebijakan pariwisata borderless, yaitu suatu konsep pengembangan pariwisata yang tidak hanya terpaku pada sate obyek untuk sate wilayah, sedangkan pola distribu¬sinya hares makin dikembangkan dengan tidak melihat batas geografis wilayah. [20]
Menurut penulis, gagasan tersebut mem¬beri.angin segar bagi dunia kepariwisataan di Indonesia terlebth dengan diterapkannya sistem otonomi daerah. Paling tidal kebijak¬an barn tersebut menjadi salah sate alternatif yang dapat dipergunakan untuk mengem¬bangkan dan mendayagunakan potensi¬potensi wisata daerah melalui program kerjasama antar daerah. Namur demikian yang perlu mendapat perhatian di sini bahwa penerapan program kerjasama tersebut jangan sampai menimbulkan konflik yang justru berdampak merugikan, sehingga tujuan dan pengembangan pariwisata daerah menjadi tidal tercapai.
IV. Faktor-Faktor yang Berperan Dalam Pengembangan Industri Pariwisata Daerah
Upaya pengembangan industri panwisata daerah-daerah di Indonesia terutama dalam menghadapi otonomi daerah berkaitan erat dengan berbagai faktor. Oleh karena itu perlu dipahami faktor-faktor yang secara faktual berperan dalam pengembangan industh pariwisata khususnya di daerah-daerah, yaitu:
Kualitas Sumber Daya Manusia
Salah satu kunci sukses pariwisata di Indonesia adalah human resources development diberbagai subsistem pariwisata tersebut. [21] Ini menunjukkan B. bahwa somber daya manusia yang ber¬kualitas memegang peranan yang sangat penting dalam pengembangan industri pariwisata terutama ketika pemerintah Indonesia mulai menerapkan kebijakan otonomi daerah.
Menurut World Competitiveness Report tahun 1995, daya saing somber daya manusia Indonesia berada di peringkat 45 jauh di bawah peringkat somber daya manusia negara Asi lainnya seperti Singapore dan Philipin yang masing-masing menduduki perine kat 8 dan 38. [22] Kondisi yang mempri hatinkan ini memerlukan penanganai sedini mungkin dan berkesinambungai melalui program-program pendidikai dan pelatihan terutama dan disiplin ilmi pariwisata. Dengan demikian diharapkai kemampuan profesionalisme sumbe daya manusia Indonesia semakii meningkat khususnya dalam sektor pan wisata sehingga memenuhi standarisas internasional.
Profesionalisme somber daya manu sia Indonesia merupakan suatu tuntutar dalam menghadapi persaingan global d mana somber daya manusia yanE dibutuhkan adalah somber daya manusia yang berkualitas dalam am mempunya gagasan, inovasi dan etos kerja profesional. Tentu tidal mudah untul memperoleh tenaga-tenaga pro fesional di bidang pariwisata n=un paling tidal hams ada upaya-upaya untuk mening. katkan keahlian dan ketrampilan tenaga kepariwisataan, sehingga pada akhirnya peningkatan kualitas somber daya manusia terutama di daerah-daerah tujuan wisata berpengaruh positif pads perkembangan industri pariwisata daerah.
Promosi Kepariwisataan
Upaya-upaya pengenalan potensi¬potensi budaya dan alam di daerah¬daerah Indonesia dilakukan dengan jalan melakukan promosi kepariwisataan. Pada abad 21, di mana perkembangan kemaju¬an teknologi informasi dan komunikasi demikian pesat maka diperkirakan akan terjadi persaingan di pasar global khususnya persaingan di bidang industri pariwisata. Oleh karenanya promosi kepariwisataan merupakan suatu strategi jim yang harus dilakukan secara berkesinambungan baik di tingkat internasional maupun regional.
Sehubungan dengan kebijakan pemerintah Indonesia mengenai penye¬lenggaraan otonomi daerah, maka masing-masing daerah diharapkan mampu menarik pars wisatawan baik mancanegara maupun domestik untuk berkunjung ke daerah tujuan wisata yang ada di Indonesia dengan jalan semakin meningkatkan promosi kepariwisataan¬nya.
Adalah kenyataan pahit ketika indutri pariwisata di Indonesia mengalami krisis mulai tahun 1997 sampai dengan memasuki tahun 2000 sebagai akibat ketidaksmbilan. politik, sosial dan. ekonomi. Merosotnya jumlah wisamwan di daerah-daerah tujuan wisam selama ini merupakan bukti bahwa situasi dan kondisi politik suatu negara berdampak pada terganggunya seluruh kegiatan kepariwisataan.
Prospek mdustri pariwisata di tahun 2000 ini tergantung pads banyak faktor. Dalam hal ini aspekpromosi merupakan salah sam faktor penentu pengembangan potensi pariwisata khususnya di daerah¬therah Indonesia, sehingga dapat dikam¬kan bahwa promosi memainkan peran kunci dalam kinerja masa mendatang industri pariwisata Indonesia. [23]
Sarana dan Prasarana Kepariwisataan
Motivasi yang mendorong orang untuk mengadakan perjalanan akan menimbulkan petmintaan-permintaan yang sama mengenai prasarana dan sarana kepariwisataan seperti jaringan telekomunikasi, akomodasi dan lain sebagainya. [24] Dalam hal ini kesiapan sarana dan. prasarana kepariwisataan merupakan salah sam faktor penentu berhasilnya pengembangan industri pari wisata daerah. Terlebih ketika program otonomi therah diterapkan, maka masing-masing daerah dituntut untuk lebih memberikan perhatiannya pada penyediaan sarana prasarana kepariwisataan yang memadai dan paling tidaksesuai dengan standar intemasional.
Pengusahaan obyek dan daya tarik wisata meliputi kegiatan membangun dan mengelola obyek dan daya tarik wisata beserta prasarana dan sarana yang diperlukan. Dengan demikian perlu adanya pembangunan dan pengelolaan sarana prasarana di daerah¬daerah tujuan wisata . untuk mendukung penyelenggaraan pariwisata. [25]
Sarana prasarana temp merupakan unsur pokok dalam mats ranmi kegiatan industri pariwisam. Apabila pembenahan dan pengelolaan sarana prasarana kepariwisataan ditelantarkan akan berakibat pada tidak ter¬capainya dampak positif industri pariwisata dalam he peningkatan PAD, penciptaan lapangan kerja dan sebagai pendorong pembangunan daerah.
Ketiga faktor di atas merupakan faktor kritis. yang perlu mendapat perhatian serius dalam rangka pengembangan industri pariwi¬sata daerah. Tujuan pengembangan industri pariwisata daerah dapat tercapai apabila ketiga faktor tersebut dilaksanakan secara terpadu dan berkesinambungan. Hanya saja perk disadari bahwa pengembangan pariwisata sebagai industri memerlukan biaya yang tidak sedikit. Terlebih dengan mulai diterapkannya otonomi daerah, maka pola perencanaan yang terpadu mutlak diperlukan sebelum mulai dengan pengembangan industri pariwisam.
Pada dasamya, perencanaan bermaksud memberi batasan tentang tujuan yang hendak dicapai dan menentukan cm-ma mencapM tujuan yang dimaksudkan [26] Dengan demikian pengembangan industri pariwisata suatu daerah perlu mempertimbangkan segala macaw aspek. Ini disebabkan industri pariwisata merupakan industri jasa yang tidak dapat berdiri sendiri, akan tempi selalu berkaitan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan berbagai sektor lain. Jadi maju mundumya industri pariwisata tidak hanya tergantung path sektor pariwisata saja.
V. Penutup
Sehubungan dengan penerapan sistem otonomi daerah, maka industri pariwisata sebagai industri jasa dapat diandalkan sebagai sektor yang berpotensi dal= melipatgandakan Pendapatan Asli Daerah (PAD) khususnya bagi daerah-daerah yang miskin akan sumber daya alam. Hanya saja industri pariwisata tersebut harus dikelola dan dikembangkan secara terpadu dan berkesinambungan dengan memperhati¬kan faktor-faktor yang mendukung per¬kembangannya.
Sumber Jaya manusia yang berkualitas, peningkatan kegiatan promosi dan penyedia¬an sarana prasarana kepariwisataan yang memadai mutlak diperlukan dal= rangka pengembangan pariwisata. Namur berhasil¬nya pengembangan tersebut selain harus ditunjang oleh pola perencanaan terpadu, harus didukung juga oleh kerja sama antara unsur-unsur kepariwisataan dan partisipasi masyarakat, sehingga pada akhimya industri pariwisata mampu mendorong peningkatan PAD, perluasan lapangan kerja dan yang lebih penting lagi adalah menjadi motor penggerak laju pembangunan daerah.
Daftar Pustaka
Buku
Karyono, A. Han, 1997, Kepariwisataan, Gramedia, Jakarta
Soekadijo, R.G., 1997, Anatomi Pariwisata (Memahami Pariwisata sebagai "Systemic Linkage‘), Gramedia, Jakarta
Soemitro, Rochmat, 1992, a. Asas dan Dasar Perpajakan, Eresco, Bandung
------, 1992, b. Pengantar Singkat Hukum Pajak, Fresco, Bandung
Spillane, James J., 1987, a. Ekonomi Pariwisata Sejarah dan Prospeknya, Kanisius, Yogyakarta
------, 1994, b. Pariwisata Indonesia Siasat Ekonomi dan Rekayasa Kebudayaan, Kanisius, Yogyakarta.
Yoeti, Oka A., 1997, b. Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata, Pradnya Paramita, Jakarta
------, 1999, a. Industri Pariwisata dan Peluang Kesempatan Kerja, Pertja, Jakarta
Peraturan
W No. 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisata¬an.
W No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
W No 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
Koran
Kedaulatan Rakyat, 16 Oktober 1999 dan 21 Desember 1999
__________
Dahliana Hasan, S.H. adalah Staf Pengajar pada Fakultas Hukum - UGM.
Sumber :Mimbar Hukum 2000, II(34) dan http://i-lib.ugm.ac.id
Foto : http://www.bali-dance-wednesday.com
I. Pendahuluan
Dengan lahimya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Peme¬rintah Pusat dan Daerah terjadi perubahan kebijakan di tingkat nasional di mana sistem pemeiintahan negara yang semula sentralistik mulai bergeser ke arah desentralisasi. Ini ber¬arti pemerintah pusat memberikan kewenang¬an dan keleluasaan yang cukup besar kepada pemerintah daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang nyata, lugas dan bertanggung jawab.
Fenomena tersebut sedikit banyak mempunyai dampak yang cukup besar terhadap somber-somber penerimaan daerah, khususnya yang berkaitan dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Disadari atau tidak akibat langsung yang akan timbul dari pemberian otonomi daerah ini adalah path adanya daerah basah dan daerah keying. Hal ini disebabkan potensi dan kondisi masing-masing daerah di Indonesia tidak sama. Daerah yang kaya akan somber daya alam otomatis menjadi daerah basah seiring dengan bertambahnya perolehan PAD-nya dari sektor migas misalnya, sedangkan daerah yang minus somber daya alam otomatis menjadi daerah keying. Namur demikian tidak berarti daerah yang miskin dengan somber daya alam tidak dapat meningkatkan PAD-nya, karena jika dicetmati ada beberapa potensi daerah yang dapat digaii dan dikembangkan dari sektor lain seperti sektor pariwisata.
Dalam lingkup nasional, sektor pariwi¬sata dianggap sebagai sektor yang potensial di masa yang akan datang. Menurut analisis World Travel and Tourism Council (WTTC), industri pariwisata menyumbang 9,1% dui Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada saat ini dan diperkirakan pada tahun 2007 akan meningkat menjadi 10,1%. [1]
Berdasarkan analisis tersebut wajar jika industri pariwisata di Indonesia dinilai sebagai sektor andalan penyumbang devisa negara terbesar dalam bidang nonmigas. Terlebih ketika pemerintah Indonesia men¬canangkan program otonomi daerah, maka industri pariwisata merupakan salah sate alternatif yang dapat dimanfaatkan sebagai somber penerimaan daerah.
Adalah suatu langkah jitu jika industri pariwisata dipergunakan oleh daerah-daerah di Indonesia yang miskin akan somber daya alam sebagai suatu sarana untuk meningkat¬kan PAD. Namur sebagai konsekuensinya, daerah-daerah tersebut hares melakukan pengembangan- pengembangan terhadap po¬tensi-potensi pariwisata masing-masing daerah dengan mencari dan menciptakan peluang-peluang barn terhadap produk¬produk pariwisata yang diunggulkan.
Yang perlu mendapat perhatian bahwa pengembangan industri pariwisata daerah terkait dengan berbagai faktor yang mau tidak mau berpengaruh dalam perkembang¬annya. Oleh karena itu perlu diketahui dan dipahami apa Baja for-for yang secua faktual memegang peranan penting dalam pengembangan industri pariwisata daerah khususnya dalam rangka penerapan otonomi daerah, sehingga pads akhirnya pengem¬bangan industri pariwisata daerah diharapkan mampu memberikan kontribusi yang cukup besar bagi peningkatan PAD dan mendorong program pembangunan daerah.
II. Pengertian Pariwisata Sebagai Industri
Membicarakan indusri pariwisata tentu¬nya juga tidak terlepas dari membicarakan batasan pengertian pariwisata itu sendiri. Pengertian istilah "Pariwisata" perlu di¬kemukakan karena istilah tersebut tidak selalu memberikan anti maupun ruang lingkup yang sama. [2]
Menurut definisi yang bersifat umum, pariwisata adalah keseluruhan kegiatan pemerintah, dunia usaha dan masyarakat untuk mengatur, mengurus, dan melayani kebutuhan wisatawan. [3] Pariwisata berarti perpindahan orang untuk sementara (dan) dalam jangka waktu pendek ke tujuan-tujuan di luar tempat di mana mereka biasanya hidup dan bekerja, dan kegiatan mereka selama tmggal di tempat tujuan-tujuan itu. [4]
Menurut ketentuan perundangan di Indo¬nesia yang dimaksud dengan pariwisata ada¬lah ‘segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan-pengusahaan obyek dan Jaya tarik wisata Berta usaha¬usaha yang terkait di bidang tersebut. [5]
Pariwisata sebagai industri atau lebih dikenal dengan istilah "Industri Pariwisata" belum dijumpai batasan pengertiannya dalam peraturan perundangan di Indonesia. Namur demikian pars ahli kepariwisataan telah merumuskan pengertian tentang industri pariwisata.
Industri pariwisata adalah keseluruhan rangkaian dan usaha menjual barang dan jasa yang diperlukan wisatawan, selama is melakukan perjalanan wisata sampai kembali ketempat asalnya. [6] Industri pariwisata dalam pengertian yang lain ialah industri yang berupa seluruh kegiatan pariwisata yang utuh. [7]
Dan batasan pengertian tersebut di atas dapat dirumuskan bahwa pariwisata sebagai industri di sini dapat dipahami dengan memberikan gambaran mengenai komponen¬komponen kepariwisataan dalam industri tersebut yang saling terkait satu dengan yang lain. Jadi komponen-komponen kepariwisata¬an tersebut tidak dapat berdiri sendiri, namun merupakan rangkaian jasa yang kait mengait yang dihasilkan industri-industri Lain, misal¬nya: industri kerajinan, perhotelan, angkutan dan lain sebagainya. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa industri pariwisata mem¬punyai ciri-ciri khusus. Adapun ciri-ciri khusus mengenai industri pariwisata yaitu sebagai berikut: [8]
1. Produk pariwisata tidak dapat disimpan atau dipindahkan;
2. Permintaan akan produk pariwisata sangat tergantung pads musim (highly seasonal);
3. Permintaan dipengaruhi oleh faktor luar dan pengaruh yang tidak dapat atau sulit diramalkan (unpredictable influences). Misalnya, perubahan dalam nilai kurs valuta, ketidaktentraman politik, dan perubahan cuaca dapat mempengaruhi permintaan;
4. Permintaan tergantung pada banyak motivasi yang rumit. Ada lebih dan sate . alasan mengapa pm wisatawan manca negara melakukan perjalanan ke luar negeri;
5. Pariwisata sangat elastis akan harga dan pendapatan. Permintaan sangat dipenga¬ruhi oleh perubahan yang relatif kecil dalam harga dan pendapatan. Kalau harga atau pendapatan naik atau turun perubahan tersebut sangat mempenga¬ruhi konsumsi jasa jasa pariwisata.
III. Pendapatan Asli Daerah Dari Industri Pariwisata Dalam Menunjang Otono¬mi Daerah
Bagi Indonesia, industri pariwisata merupakan suatu komoditi prospektif yang di pandang mempunyai peranan penting dalam pembangunan nasional, sehingga tidak mengherankan apabila Indonesia menaruh perhatian khusus kepada industni pariwisata. Hal ini lebih diperkuat dengan adanya kenyataan bahwa Indonesia memiliki potensi slam dan kebudayaan yang cukup besar yang dapat dijadikan modal bagi pengembangan industni pariwisatanya. [9] Salah sate tujuan pengembangan kepariwisataan di Indonesia adalah untuk meningkatkan pendapatan devisa path khususnya dan pendapatan negara dan masyarakat pada umumnya, perluasan kesempatan serta lapangan kerja dan mendorong kegiatan-kegiatan industni¬industni penunjann dan industni-industni sampingan lainnya.
Di Indonesia pengembangan industni pariwisata masuk dalam skala prioritas khususnya bagi chetah-daerah yang miskin akan somber daya alam. Sesuai dengan pernyataan. International Union of Official Travel Organization (IUOTO) dalam konfe¬rensi di Roma tahun 1963 bahwa pariwisata adalah penting bukan saja sebagai somber devisa, tempi juga sebagai faktor yang menentukan lokasi industni dan dalam perkembangan daerah-daerah yang miskin dalam somber-somber alam. [10] Ini menunjuk¬kan bahwa pariwisata sebagai industni jasa mempunyai andil besar dalam mendistribusi¬kan pembangunan ke daerah-daerah yang belum berkembang.
Dalam orde reformasi ini, lahirnya UU No. 22 Tahun 1999 dan UUNo. 25 Tahun 1999 merupakan momentum awal yang sangat tepat bagi daerah untuk lebih mandiri dalam menggali dan mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya. Kemandiri¬an daerah ini terwujud dalam pemberian kewenangan yang cukup besar meliputi ke¬wenangan dalam seluruh bidang pemerintah¬an, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan dalam bidang. [11]
Penyerahan kewenangan tersebut disertai juga dengan penyerahan dan pengalihan pembiayaan, satana dan prasarana serta sum¬ber Jaya manusia sesuai dengan kewenangan yang diserahkan tersebut. Merupakan konse¬kuensi logis bagi daerah dengan adanya penerapan otonomi daerah maka segala se¬suatu yang bersifat operasional dilimpahkan kepada daerah. [12]
Sehubungan dengan penerapan otonomi daerah maka segala sesuatu yang menyangkut pengembangan industni pariwisata meliputi pembiayaan, perizinan, perencanaan, pelak¬sanaan dan evaluasi menjadi wewenang daerah untuk menyelenggarakannya. Dengan demikian masing-masing daerah dituntut untuk lebih mandiri dalam mengembangkan obyek dan potensi wisatanya, termasuk pembiayaan promosinya. [13]
Somber-somber penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi berasal dan pendapatan asli daerah, dana perimbangan, *man daerah dan lain-lain penerimaan yang sah. [14] Somber pendapatan asli daerah merupakan somber keuangan daerah yang digali dan dalam wilayah daerah yang bersangkutan terdiri dari hasil pajak daerah, basil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. [15]
Dilihat dui sisi PAD maka ada beberapa chetah di Indonesia yang miskin akan somber Jaya alam sehingga tidak dapat mengandal¬kan PAD-nya dari hasil somber daya alam. Oleh karenanya pengembangan industri pariwisata suatu daerah menjadi alasan utama sebagai salah sate upaya meningkatkan PAD melalui pemanfaatan potensi-potensi daerah setempat.
Pada tahun 1997, industri pariwisata Indonesia diperkirakan menghasilkan pajak tidak langsung sejumlah 8,7% dari keseluruh¬an nilai pajak tidak langsung dan diperkira¬kan pada tahun 2007 akan meningkat sebesar 9,6% dan total keseluruhan. [16] Data tersebut menunjukkan bahwa industri pariwisata Indonesia memberikan kontribusi yang cukup besar di bidang perpajakan.
Sektor pajak mempunyai peranan pen¬ting dal= budget neg= [17] Pajak merupakan somber penerimaan negara yang diperguna¬kan untuk membiayai pengeluaran-pengeluar¬an mtin negara, juga dipergunakan untuk membiayai pembangunan nasional. Oleh karenanya, kontribusi pajak bagi pembangun¬an diharapkan tidak saja mendorong pembangunan sate wilayah saja, akan tempi juga dapat mendorong pembangunan secara merata sampai di daerah-daerah terpencil di Indonesia.
Dalam ruang lingkup chetah, kontribusi industri pariwisata di bidang perpajakan diharapkan semakin meningkat dengan jalan melakukan pengembangan dan pendayaguna¬an potensi-potensi pariwisata daerah. Hanya saja pungutan pajak tersebut hares dilakukan secara bijaksana, artinya pungutan pajak hares tetap berpegang pads prinsip keadilan, kepastian hokum dan kesederhanaan. Dalam menuju kemandirian daerah, potensi industri pariwisata daerah yang dikelola dan dikem¬bangkan dengan baik akan meningkatkan penerimaan di bidang perpajakan. Dalam hal ini kontribusi pajak dan industri pariwisata daerah selain sebagai somber PAD, juga dimaksudkan untuk membiayai pembangunan chetah. [18]
Pada dasarnya pengembangan industri pariwisata suatu daerah berkaitan erat dengan pembangunan perekonomian daerah tersebut. Dampak positif yang secara langsung dapat dirasakan oleh masyarakat daerah setempat adalah pads adanya perluasan lapangan kerja secara regional. Ini merupakan akibat dari industri pariwisata yang berkembang dengan baik. Misalnya dengan dibangunnya sarana prasarana di daerah tersebut maka tenaga kerja akan banyak tersedot dalam proyek¬proyek seperti pembangkit tenaga listrik, jembatan, perhotelan dan lain sebagainya. [19]
Untuk mengembangkan industri pariwi¬sata suatu daerah diperlukan strategi-strategi tertentu maupun kebijakan-kebijakan bare di bidang kepariwisataan. Sebuah gagasan me¬narik dari Sri Sultan HB X yang menyodor¬kan konsep kebijakan pariwisata borderless, yaitu suatu konsep pengembangan pariwisata yang tidak hanya terpaku pada sate obyek untuk sate wilayah, sedangkan pola distribu¬sinya hares makin dikembangkan dengan tidak melihat batas geografis wilayah. [20]
Menurut penulis, gagasan tersebut mem¬beri.angin segar bagi dunia kepariwisataan di Indonesia terlebth dengan diterapkannya sistem otonomi daerah. Paling tidal kebijak¬an barn tersebut menjadi salah sate alternatif yang dapat dipergunakan untuk mengem¬bangkan dan mendayagunakan potensi¬potensi wisata daerah melalui program kerjasama antar daerah. Namur demikian yang perlu mendapat perhatian di sini bahwa penerapan program kerjasama tersebut jangan sampai menimbulkan konflik yang justru berdampak merugikan, sehingga tujuan dan pengembangan pariwisata daerah menjadi tidal tercapai.
IV. Faktor-Faktor yang Berperan Dalam Pengembangan Industri Pariwisata Daerah
Upaya pengembangan industri panwisata daerah-daerah di Indonesia terutama dalam menghadapi otonomi daerah berkaitan erat dengan berbagai faktor. Oleh karena itu perlu dipahami faktor-faktor yang secara faktual berperan dalam pengembangan industh pariwisata khususnya di daerah-daerah, yaitu:
Kualitas Sumber Daya Manusia
Salah satu kunci sukses pariwisata di Indonesia adalah human resources development diberbagai subsistem pariwisata tersebut. [21] Ini menunjukkan B. bahwa somber daya manusia yang ber¬kualitas memegang peranan yang sangat penting dalam pengembangan industri pariwisata terutama ketika pemerintah Indonesia mulai menerapkan kebijakan otonomi daerah.
Menurut World Competitiveness Report tahun 1995, daya saing somber daya manusia Indonesia berada di peringkat 45 jauh di bawah peringkat somber daya manusia negara Asi lainnya seperti Singapore dan Philipin yang masing-masing menduduki perine kat 8 dan 38. [22] Kondisi yang mempri hatinkan ini memerlukan penanganai sedini mungkin dan berkesinambungai melalui program-program pendidikai dan pelatihan terutama dan disiplin ilmi pariwisata. Dengan demikian diharapkai kemampuan profesionalisme sumbe daya manusia Indonesia semakii meningkat khususnya dalam sektor pan wisata sehingga memenuhi standarisas internasional.
Profesionalisme somber daya manu sia Indonesia merupakan suatu tuntutar dalam menghadapi persaingan global d mana somber daya manusia yanE dibutuhkan adalah somber daya manusia yang berkualitas dalam am mempunya gagasan, inovasi dan etos kerja profesional. Tentu tidal mudah untul memperoleh tenaga-tenaga pro fesional di bidang pariwisata n=un paling tidal hams ada upaya-upaya untuk mening. katkan keahlian dan ketrampilan tenaga kepariwisataan, sehingga pada akhirnya peningkatan kualitas somber daya manusia terutama di daerah-daerah tujuan wisata berpengaruh positif pads perkembangan industri pariwisata daerah.
Promosi Kepariwisataan
Upaya-upaya pengenalan potensi¬potensi budaya dan alam di daerah¬daerah Indonesia dilakukan dengan jalan melakukan promosi kepariwisataan. Pada abad 21, di mana perkembangan kemaju¬an teknologi informasi dan komunikasi demikian pesat maka diperkirakan akan terjadi persaingan di pasar global khususnya persaingan di bidang industri pariwisata. Oleh karenanya promosi kepariwisataan merupakan suatu strategi jim yang harus dilakukan secara berkesinambungan baik di tingkat internasional maupun regional.
Sehubungan dengan kebijakan pemerintah Indonesia mengenai penye¬lenggaraan otonomi daerah, maka masing-masing daerah diharapkan mampu menarik pars wisatawan baik mancanegara maupun domestik untuk berkunjung ke daerah tujuan wisata yang ada di Indonesia dengan jalan semakin meningkatkan promosi kepariwisataan¬nya.
Adalah kenyataan pahit ketika indutri pariwisata di Indonesia mengalami krisis mulai tahun 1997 sampai dengan memasuki tahun 2000 sebagai akibat ketidaksmbilan. politik, sosial dan. ekonomi. Merosotnya jumlah wisamwan di daerah-daerah tujuan wisam selama ini merupakan bukti bahwa situasi dan kondisi politik suatu negara berdampak pada terganggunya seluruh kegiatan kepariwisataan.
Prospek mdustri pariwisata di tahun 2000 ini tergantung pads banyak faktor. Dalam hal ini aspekpromosi merupakan salah sam faktor penentu pengembangan potensi pariwisata khususnya di daerah¬therah Indonesia, sehingga dapat dikam¬kan bahwa promosi memainkan peran kunci dalam kinerja masa mendatang industri pariwisata Indonesia. [23]
Sarana dan Prasarana Kepariwisataan
Motivasi yang mendorong orang untuk mengadakan perjalanan akan menimbulkan petmintaan-permintaan yang sama mengenai prasarana dan sarana kepariwisataan seperti jaringan telekomunikasi, akomodasi dan lain sebagainya. [24] Dalam hal ini kesiapan sarana dan. prasarana kepariwisataan merupakan salah sam faktor penentu berhasilnya pengembangan industri pari wisata daerah. Terlebih ketika program otonomi therah diterapkan, maka masing-masing daerah dituntut untuk lebih memberikan perhatiannya pada penyediaan sarana prasarana kepariwisataan yang memadai dan paling tidaksesuai dengan standar intemasional.
Pengusahaan obyek dan daya tarik wisata meliputi kegiatan membangun dan mengelola obyek dan daya tarik wisata beserta prasarana dan sarana yang diperlukan. Dengan demikian perlu adanya pembangunan dan pengelolaan sarana prasarana di daerah¬daerah tujuan wisata . untuk mendukung penyelenggaraan pariwisata. [25]
Sarana prasarana temp merupakan unsur pokok dalam mats ranmi kegiatan industri pariwisam. Apabila pembenahan dan pengelolaan sarana prasarana kepariwisataan ditelantarkan akan berakibat pada tidak ter¬capainya dampak positif industri pariwisata dalam he peningkatan PAD, penciptaan lapangan kerja dan sebagai pendorong pembangunan daerah.
Ketiga faktor di atas merupakan faktor kritis. yang perlu mendapat perhatian serius dalam rangka pengembangan industri pariwi¬sata daerah. Tujuan pengembangan industri pariwisata daerah dapat tercapai apabila ketiga faktor tersebut dilaksanakan secara terpadu dan berkesinambungan. Hanya saja perk disadari bahwa pengembangan pariwisata sebagai industri memerlukan biaya yang tidak sedikit. Terlebih dengan mulai diterapkannya otonomi daerah, maka pola perencanaan yang terpadu mutlak diperlukan sebelum mulai dengan pengembangan industri pariwisam.
Pada dasamya, perencanaan bermaksud memberi batasan tentang tujuan yang hendak dicapai dan menentukan cm-ma mencapM tujuan yang dimaksudkan [26] Dengan demikian pengembangan industri pariwisata suatu daerah perlu mempertimbangkan segala macaw aspek. Ini disebabkan industri pariwisata merupakan industri jasa yang tidak dapat berdiri sendiri, akan tempi selalu berkaitan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan berbagai sektor lain. Jadi maju mundumya industri pariwisata tidak hanya tergantung path sektor pariwisata saja.
V. Penutup
Sehubungan dengan penerapan sistem otonomi daerah, maka industri pariwisata sebagai industri jasa dapat diandalkan sebagai sektor yang berpotensi dal= melipatgandakan Pendapatan Asli Daerah (PAD) khususnya bagi daerah-daerah yang miskin akan sumber daya alam. Hanya saja industri pariwisata tersebut harus dikelola dan dikembangkan secara terpadu dan berkesinambungan dengan memperhati¬kan faktor-faktor yang mendukung per¬kembangannya.
Sumber Jaya manusia yang berkualitas, peningkatan kegiatan promosi dan penyedia¬an sarana prasarana kepariwisataan yang memadai mutlak diperlukan dal= rangka pengembangan pariwisata. Namur berhasil¬nya pengembangan tersebut selain harus ditunjang oleh pola perencanaan terpadu, harus didukung juga oleh kerja sama antara unsur-unsur kepariwisataan dan partisipasi masyarakat, sehingga pada akhimya industri pariwisata mampu mendorong peningkatan PAD, perluasan lapangan kerja dan yang lebih penting lagi adalah menjadi motor penggerak laju pembangunan daerah.
Daftar Pustaka
Buku
Karyono, A. Han, 1997, Kepariwisataan, Gramedia, Jakarta
Soekadijo, R.G., 1997, Anatomi Pariwisata (Memahami Pariwisata sebagai "Systemic Linkage‘), Gramedia, Jakarta
Soemitro, Rochmat, 1992, a. Asas dan Dasar Perpajakan, Eresco, Bandung
------, 1992, b. Pengantar Singkat Hukum Pajak, Fresco, Bandung
Spillane, James J., 1987, a. Ekonomi Pariwisata Sejarah dan Prospeknya, Kanisius, Yogyakarta
------, 1994, b. Pariwisata Indonesia Siasat Ekonomi dan Rekayasa Kebudayaan, Kanisius, Yogyakarta.
Yoeti, Oka A., 1997, b. Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata, Pradnya Paramita, Jakarta
------, 1999, a. Industri Pariwisata dan Peluang Kesempatan Kerja, Pertja, Jakarta
Peraturan
W No. 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisata¬an.
W No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
W No 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
Koran
Kedaulatan Rakyat, 16 Oktober 1999 dan 21 Desember 1999
__________
Dahliana Hasan, S.H. adalah Staf Pengajar pada Fakultas Hukum - UGM.
Sumber :Mimbar Hukum 2000, II(34) dan http://i-lib.ugm.ac.id
Foto : http://www.bali-dance-wednesday.com