Sebelum dimunculkannya sebuah gagasan yang diberi nama Persada Sukarno, ada beberapa kegiatan yang berskala nasional untuk memamerkan koleksi apa saja yang berkaitan dengan kehidupan Bung Karno.
Pameran koleksi karya-karya Bung Karno untuk pertama kalinya dilaksanakan pada tahun 1970 kerjasama dengan Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) dengan tajuk “Bung Karno dan Seni”. Selanjutnya, pameran kedua dilaksanakan di Semarang dengan tajuk “Bung Karno dan Asia–Afrika”.
Setelah hampir 20 tahun masa vakum, pihak Yayasan Bung Karno mencoba menggagas kembali agar diselenggarakan pameran Bung Karno yang berskala nasional. Gagasan tersebut kemudian dirancang sekaligus untuk memperingati Seratus Tahun Bung Karno. Oleh karenanya, pameran ketiganya dilaksanakan kembali pada tahun 2001 bertepatan dengan Haul Bung Karno yang ke 100 tahun. Pameran yang terpusat di gedung Pola Jakarta itu memamerkan koleksi karya seni, barang-barang, artefak sejarah, lukisan, serta foto yang berkaitan langsung dengan kehidupan Bung Karno.
Kabarnya, menurut pihak penyelenggara dalam hal ini Yayasan Bung Karno, selama pameran digelar pengunjungnya mencapai 1,5 juta orang. Pada Haul Bung Karno yang ke 100 tahun tersebut, tim dari Bengkulu juga ikut berpartisipasi memamerkan barang-barang peninggalan Bung Karno berupa seperangkat properti sandiwara tonil Monte Carlo.
Pada haul Bung Karno yang ke 102 tahun 2003 tim dari Bengkulu (Komunitas Seniman Bengkulu) menggelar Pangung Bangsawan Bengkulu dengan menampilkan naskah karya Bung Karno yang berjudul: ”Rainbow” Putri Kencana Bulan.
Upaya untuk membumikan kebesaran Bung Karno, beserta ajaran dan warisan peninggalannya, pihak Yayasan Bung Karno selanjutnya merencanakan sebuah gagasan besar yang diberi nama Persada Sukarno.
Persada Sukarno (Sukarno Centre) yang dimaksud adalah sebuah tempat tinggal atau rumah yang pernah ditempati oleh Bung Karno semasa hidup dalam perjuangannya. Rumah tempat tinggal Bung Karno semasa perjuangannya itulah yang diharapkan dapat mengakses seluruh petilasan/peninggalan karya-karya Bung Karno yang tersebar di beberapa daerah di wilayah Indonesia.
Pihak Yayasan Bung Karno sendiri sudah melakukan pendataan/inventarisasi daerah-daerah yang berpotensi menjadi Persada Sukarno (Sukarno Centre). Menurut hasil survey, ada 5 daerah yang dapat dijadikan sebagai Persada Sukarno, yaitu : Endeh, Brastagi, Prapat, Blitar, dan Bengkulu.
Di Endeh, Bung Karno pernah menjadi interniran (orang buangan) politik kolonial Belanda selama 4 tahun, yaitu dari tahun 1930—1934. Selama masa 4 tahun pembuangan di Endeh tersebut, tentu saja telah banyak meninggalkan kenangan masa perjuangannya yang dapat dimanfaat sebagai tempat petilasan/peninggalan sejarah perjuangan Bung Karno. Dan kini rumah yang pernah ditempati Bung Karno di Endeh dijadikan sebagai Museum Bung Karno.
Menurut informasi seorang kawan dari Endeh, di tempat itu ada beberapa naskah sandiwara “Kelimutu” karya Bung Karno yang masih tersimpan rapi di perpustakaan Museum Bung Karno di Endeh.
Di Brastagi, Bung Karno yang sudah menjadi presiden Republik Indonesia bersama Sjahrir, dan Agus Salim sempat diinternir oleh pemerintah Belanda di penghujung tahun 1948. Akan tetapi kemudian pada tangal 1 Januari 1949 dipindahkan ke Parapat (Lambert Giebels, 472).
Di Bengkulu, kawasan Persada Sukarno pun sudah disiapkan —bahkan infrastrukturnya sudah selesai dibangun. Tapi sayang, hingga kini masih belum jelas arahnya. Mungkin perlu sentuhan budaya —misalnya revitalisasi pertunjukan tonil Monte Carlo karya Bung Karno. Jika perlu atraksinya dilakukan seminggu sekali —sebagai peningkat daya tarik wisatawan sekaligus penguat budaya lokal… SEKIAN !
Sumber : http://bangkahoeloe.wordpress.com
Foto : http://baltyra.com